|
Immanuel Kant |
PENDAHULUAN
Pada abad
ke-18, yang lazim disebut enlightenment age, orang harus memilih salah
satu diantara dua semangat filosofis yang berlawanan secara paradigmatik. Kedua
filsafat tersebut adalah rasionalisme dan empirisme.
Immanuel kant,
terkenal dengan filsafat kritisnya yang lebih baanyak berbicara tentang
filsafat moral dan etika. Dia merupakan tokoh penting karena dia bisa disebut
sebagai pemersatu antara filsafat rasionalisme dan empirisme. Akan tetapi,
usahanya untuk menyatukan keduanya terpecah kembali sehingga sekarang kita
kenal filsafat positivisme logis dan idealisme. Filsafat kritis adalah filsafat
yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio
dan batas-batasnya. Filsafat sebelum kritisisme harus dianggap dogmatisme sebab
filsafat itu percaya sepenuhnya pada kemampuan rasio tanpa penyelidikan
terlebih dahulu.
A. Biografi Immanuel Kant
Immanuel Kant
dilahirkan pada tahun 1724 di Königsberg dari pasangan Johann Georg Kant,
seorang ahli pembuat baju zirah (baju besi), dan Anna Regina Kant. Setelah itu,
ayahnya kemudian dikenal sebagai ahli perdagangan, tetapi pada tahun 1730-1740
perdangangan di Königsberg mengalami kemerosotan. Hal ini memengaruhi bisnis
ayahnya dan membuat keluarga mereka hidup dalam kesulitan. Ibunya meninggal
pada saat Kant berumur 13 tahun, sedangkan ayah Kant meninggal saat dia berumur
hampir 22 tahun.
Kant menempuh
pendidikan dasar di Saint George’s Hospital School, kemudian melanjutkan ke
Collegium Fredericianum, sebuah sekolah yang berpegang pada ajaran Pietist.
Keluarga Kant memang penganut agama Pietist, yaitu agama di Jerman yang
mendasarkan keyakinannya pada pengalaman religius dan studi kitab suci. Pada tahun
1740, Kant menempuh pendidikan di University of Königsberg dan mempelajari
tentang filosofi, matematika, dan ilmu alam. Untuk meneruskan pendidikannya,
dia bekerja sebagai guru privat selama tujuh tahun dan pada masa itu, Kant
mempublikasikan beberapa naskah yang berkaitan dengan pertanyaan ilmiah.
Pada tahun
1755-1770, Kant bekerja sebagai dosen sambil terus mempublikasikan beberapa
naskah ilmiah dengan berbagai macam topik. Gelar profesor didapatkan Kant di
Königsberg pada tahun 1770. Kant meninggal pada tanggal 12 Februari 1804 dalam
usia 80 tahun. Pemakamannya dihadiri para sahabat dan tamu terhormat. Jenazahnya
dimakamkan di pemakaman samping gereja induk di kota kelahirannya di
Königsberg.
Aliran ini dimulai
di Inggris, Perancis, dan menyebar ke seluruh Eropa, terutama Jerman. Di
Jerman, pertentangan antara rasionalisme dan empirisme terus berlanjut.
Masing-masing berebut otonomi. Kemudian timbul masalah, siapa yang sebenarnya
dikatakan sebagai sumber pengetahuan ? Apakah pengetahuan yang benar itu lewat
rasio atau empiris? Kant mencoba menyelesaikan persoalan tersebut. Pada
awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh
empirisme,(Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerima karena ia
mengetahui bahwa dalam empirisme terkandung skeptisme. Untuk itu, dia tetap
mengakui kebenaran ilmu dan dengan akalnya, manusia dapat mencapai kebenaran
empirisme. Aliran filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang
diintrodusir oleh Immanuel Kant. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan
menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Dia
mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme dengan
kritisisme. Secara harfiah kata kritik berarti pemisahan. Filsafat Kant
bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni,
yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterikatan
kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksud
sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara obyektif dan
menentukan batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman dan
kepercayaan.
Alasan Kant
menggabungkan kedua faham yang berseberangan, yaitu rasionalisme eropa yang
teoritis, a priori, sesuai rasio, dan terinspirasi oleh Plato, serta empirisme
Inggris yang berpijak kepada pengalaman, a posteriori, dan terinspirasi oleh
Aristoteles. Kant beranggapan kedua paham tersebut sama baiknya dan bisa
digabungkan untuk mencapai hal yang sempurna. Apesteriori menurut istilah
adalah menunjukkan sejenis pengetahuan yang dapat dicapai hanya dari
pengalaman, maka dari itu pengetahuan dapat dirumuskan hanya setelah observasi
dan eksperimen. Lawan dari a priori. Apriori digunakan, kontras dengan
aposteriori, unutk mengacu kepada kesimpulan-kesimpulan yang diasalkan dari apa
yang sudah ditentukan, dan bukan dari pengalaman. Apriori berarti tidak
bergantung pada pengalaman inderawi. Kant sebenarnya meneruskan perjuangan
Thomas Aquinas yang pernah melakukannya.
Adapun ciri-ciri
kritisisme diantaranya adalah:
1.
Menganggap
bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek;
2.
Menegaskan
keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat
sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejala atau fenomenanya saja.
3.
Menjelaskan
bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara
peranan unsure “a priori” (sebelum di buktikan tapi kita sudah percaya) yang
berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur
“aposteoriori” (setelah di buktikan baru percaya) yang berasal dari pengalaman
yang berupa materi.
C. Tujuan Filsafat Kritis
Melalui
filsafatnya, Kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan.
Agar maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak
rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah menemukan
kunci bagi pembukaan realitas pada diri sebjeknya, lepas dari pengalaman.
Adapun empirisme mengira telah memperoleh pengetahuan dai pengalaman saja.
Ternyata empirisme, sekalipun dimulai dengan ajaran yang murni tentang
pengalaman, tetap melaui idealisme subjektif yang bermuara pada suatu skeptisme
yang radiakal. Dalam hal ini, Kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis
terhadap rasio murni. Menurutnya, syarat dasar bagi segala ilmu pengetahuan
adalah pertama, bersifat umum dan mutlak dan kedua adalah memberi pengetahuan
baru.
Salah satu
tujuan filsafat kant yang disebut sebagai filsafat kritis, dengan metodenya
yang dikenal dengan sebutan metode transendental, bahwa pengetahuan
mencerminkan struktur kategoris pikiran, adalah memberikan sebuah alternatif pembenaran
filosofis terhadap hasil-hasil Newton. Sistem konsep yang dipakai dalam
geometri Euklidean dan fisika Newtonian secara unik relevan bagi pengalaman
aktual manusia.
Berikut
pemaparan kritik terhadap rasionalisme, empirisme dan kombinasi antara keduanya;
1.
Kritik
terhadap Rasionalisme
Ada
tiga macam kritik yang dilontarkan kant, yaitu sebagai berikut:
a)
Critique of pure reason (kritik
atas rasio murni). Kritisisme kant dapat dianggap sebagai suatu usaha besar
untuk mendamaikan rasionalisme dengan empirisme. Rasionalisme mementingkan
unsur apriori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala
pengalaman. Adapun empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, yang berarti
unsur-unsur dari pengalaman (seperti locke yang menganggap rasio sebagai
lembaran putih). Menurut Kant, baik rasionalisme maupun empirisme adalah berat
sebelah. Dia berusaha menjelaskan bahwa
pengalaman manusia merupakan perpaduan antara sintesis unsur-unsur apriori dan
unsur-unsur aposteriori.
Walaupun sangat mengagumi empirisme Hume, empirisme yang bersifat
radikal dan konsekuen, Kant tidak dapat menyetujui skeptisme yang dianut Hume
dengan berkesimpulan bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak mampu mencapai
kepastian. Pada masa Kant, ilmu pengetahuan alam yang dirumuskan Newton
memperoleh sukses besar. Kant mengadakan suatu revolusi filsafat. Dia berkata
bahwa dia ingin mengusahakan suatu “revolusi kopernikan”, yang berarti suatu
revolusi yang dapat dibandingkan dengan perubahan revolusioner yang dijadikan
Copernicus dalam bidang astronomi. Dahulu, para filsuf telah mencoba memahami
pengenalan dengan mengandaikan bahwa si subjek mengarahkan diri pada objek.
Kant mengerti pengenalan dengan berpangkal dari anggapan bahwa objek
mengarahkan diri pada subjek. Sebagaimana Copernicus menetapkan bahwa bumi
berputar sekitar matahari dan bukan sebaliknya, demikian juga Kant
memperlihatkan bahwa pengenalan berpusat
pada subjek, bukan pada objek.
b) Critique of partical reason (kritik atas rasio praktis). Rasio dapat menjalankan ilmu pengetahuan
sehingga rasio disebut rasio teoritis atau menurut istilah Kant adalah rasio
murni. Akan tetapi, disamping rasio murni terdapat rasio praktis, yaitu rasio
yang mengatakan apa yang harus kita lakukan. Dengan kata lain, rasio yang
memberi perintah kepada kehendak kita. Kant memeperlihatkan bahwa rasio praktis
memberikan perintah mutlak yang disebut sebagai imperatif kategori. Kant
kemudian bertanya,”bagaimana `keharusan`itu mungkin? Apakah yang memungkinkan
keharusan itu?” Prinsip pokok untuk menjawab pertanyaan ini adalah, kalau kita
harus, kita bisa juga. Seluruh tingkah laku manusia menjadi mustahil, jika kita
wajib membuat apa yang tidak bisa dilakukan. Kant beranggapan bahwa ada tiga
hal yang harus disadari sebaik-baiknya
dan ketiga hal itu dibuktikan, hanya dituntut. Itulah sebabnya, Kant
menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketiga postulat tersebut yaitu
kebebasan kehendak, imoralitas jiwa dan adanya Allah.
c) Critique of jugment atau kritik atas daya pertimbangan sebagai konsekuensi dari “kritik
atas rasio murni” dan “kritik atas rasio praktis” adalah munculnya dua lapangan
tersendiri, yaitu lapangan keperluan mutlak di bidang alam dan lapangan
kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Maksud ciritique of jugment ialah
mengerti kedua persesuaian kedua lapangan ini. Hal ini terjadi dengan
menggunakan konsep finalitas (tujuan). Filsafat bisa bersifat subjektif dan
objektif. Kalau filsafat bisa berfat subjektif, manusia mengarahkan objek pada
diri manusia itu sendiri. Inilah yang terjadi dalam pengalaman estetis (seni).
Pengalaman estetis itu diselidiki dalam bagian pertama bukunya, Kritik der
Astheschen Urteiilskraft.
Dengan finalitas yang bersifat objektif,
dimaksudkan adanya keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam. Finalitas
dalam alam itu diselidiki dalam bagian kedua, yaitu Kritik de Theoligischen
Unteilskraft. Kant terdorong untuk menggagas metode filosofisnya karena
alasan yang sama dengan alasan Descrates. Ia bertanya hati, “ mengapa ilmu-ilmu lain maju pesat,
tetapi metafisika tidak demikian ?”. Bentuk lain dari kritik terhadap rasionalisme
adalah sebagai berikut:
1)
Pengetahuan
rasional dibentuk oleh ide yang tidak dapat dilihat atau diraba. Eksistensi
tentang ide itu yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan itu belum dapat
dilakukan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang sama. Lebih
jauh, terdapat perbedaan pendapat yang nyata diantara kaum rasionalis itu
sendiri mengenai perkembangan dasar yang menjadi landasan dalam menalar. Plato,
St. Augustine, dan Descrates masing-masing mengembangkan teori-teori rasional
yang berbeda.
2)
Banyak
diantara manusia yang berpikiran jauh, merasa bahwa mereka menemukan kesukaran
yang besar dalam menerapkan konsep rasional pada masalah kehidupan yang prakis.
Kecenderungan terhadap abstraksi dan kecenderungan dalam meragukan serta
menyangkal sahnya pengalaman keindraan telah dikritik habis-habisan. Kritikus
yang terdidik biasanya mengeluh bahwa bahwa kaum rasionalis memperlakukan ide
atau konsep seakan-akan sebagai benda yang objektif. Menurut mereka,
menghilangkan nilai dari pengalaman keindraan, menghilangkan pentingnya
benda-benda fisik sebagai tumpuan, lalu menggantinya dengan serangkaian
abstraksi yang samar-samar, sebagai suatu metode yang sangat meragukan dalam
memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan.
3)
Teori
rasional gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia
selama itu. Banyak ide yang sudah pasti ada pada suatu waktu kemudian berubah
pada waktu yang lain. Pada suatu saat dalam sejarah, ide bahwa bumi adalah
pusat dari sistem matahari hampir diterima secara umum sebagai suatu pernyataan
yang pasti.
2.
Kritik
Terhadap Empirisme
a)
Empirisme
didasarkan pada pengalaman, tetapi apakah yang disebut pengalaman ?
b)
Sekali
waktu, dia hanya berarti rangsangan panca indra. Pada waktu yang lain, dia
muncul sebagai sebuah sensasi ditambah dengan penilaian. Sebagai sebuah konsep,
ternyata pengalaman tidak berhubungan langsung dengan kenyataan objektif yang
sangat ditinggikan oleh kaum empiris. Kritikus kaum empiris menunjukan bahwa
fakta tidak mempunyai apapun yang bersifat pasti. Fakta itu pun tidak
menunjukan hubungan diantara mereka terhadap pengamat yang netral. Jika
dianalisis secara kritis “pengalaman” merupakan pengertian yang terlalu samar
untuk dijadikan dasar bagi sebuah teori pengetahuan yang sistemasis.
c)
Sebuah
teori yang sangat menitiberatkan persepsi pancaindra melupakan kenyataan bahwa
pancaindra manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Pancaindra kita sering
menyesatkan dan hal ini disadari oleh kaum empiris itu sendiri. Empirisme tidak
mempunyai perlengkapan yang untuk membedakan antara khayalan dan fakta.
d)
Empirisme
tidak memberikan kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang mungkin,
sebenarnya merupakan pengetahuan yang seluruhnya diragukan, tanpa terus
berjaga-jaga dan mempunyai urutan pengalaman indra yang tak terputus-putus.
3.
Kombinasi
antara Rasionalisme dan Empirisme
Terdapat suatu anggapan yang luas, bahwa ilmu pada dasarnya dalah
metode induktif-empiris dalam memperoleh pengetahuan. Memang, terdapat beberapa
alasan untuk mendukung penilaian ini karena ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta
tertentu, melakukan pengamatan dan mempergunakan data indrawi. Walaupun
demikian, analisis yang mendalam terhadap metode keilmuwan akan menyingkap
kenyataan bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuwan dalam usahanya mencari
pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu kombinasi antara prosedur
empiris dan rasional.
Filsafat
Immanuel Kant yakni kritisisme adalah penggabungan antara aliran filsafat sebelumnya
yakni Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme yang
dipelopori oleh David Hume. Kant mempunyai tiga karya yang sangat penting yakni
kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, kritik atas pertimbangan.
Ketiga karyanya inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya,
yang mau tak mau menggunakan pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme
mengandung patokan-patokan berfikir yang rasional dan empiris.
Sofyan, Ayi. Kapita Selekta
Filsafat. Cet. I, Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Suseno, Franz Magnis. Filsafat
Sebagai Ilmu Kritis. Cet. IV(dengan revisi), Yogyakarta: Kanisius. 1995.
Komentar
Posting Komentar