Kritik Akal Budi Murni: Kritisisme Pemikiran Immanuel Kant (Filsafat Ilmu Marsigit)

        Oleh: Iqbal Faza Ahmad


Sejauh perkembangan pengatahuan manusia tidak bisa dilepaskan dari pengalaman manusia itu sendiri. Indra manusia menangkap kesan yang ditampilkan objek yang berada di sekitarnya. Dari objek-objek tersebut kemudian menghasilkan representasi, sebagian membangkitkan kekuatan pemahaman menjadi aktivitas, membandingkan dan menghubungkan, atau memisahkan. Konversi kesan yang ditangkap indra menjadi sebuah pengetahuan disebut sebagai pengalaman.

Kritisisme kant dapat dianggap sebagai suatu usaha besar untuk mendamaikan rasionalisme dengan empirisme. Rasionalisme mendasarkan unsur apriori dalam pengenalan, unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Adapun empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori, yang berarti unsur-unsur dari pengalaman (seperti locke yang menganggap rasio sebagai lembaran putih). Menurut Kant, baik rasionalisme maupun empirisme adalah berat sebelah.

Immanuel Kant memulai dengan sebuah pertanyaan yang tidak bisa langsung dijawab, apakah ada pengetahuan yang sama sekali bebas dari pengalaman, dan bahkan dari semua kesan indra? Pengetahuan seperti ini disebut apriori, yang bertentangan dengan pengetahuan empiris, yang memiliki sumber aposteriori, yaitu berdasarkan pengalaman.

Pengetahuan apriori ada yang bersifat murni dan ada yang tidak murni. Pengetahuan apriori murni adalah pengetahuan yang di dalam nya tidak tedapat unsur empiris. Sebagai contoh, dalam proposisi “setiap perubahan pasti memiliki sebab,” adalah proposisi apriori, tetapi tidak murni, karena perubahan adalah konsepsi yang hanya dapat diperoleh dari pengalaman.

 Kant menyatakan, filsafat membutuhkan sebuah ilmu pengetahuan yangn akan menentukan kemungkinan, prinsip, dan jangkauan pengetahuan manusia secara apriori. Hal ini dikarenakan bahwa kognisi tertentu manusia sepenuhnya berada di atas lingkup pengalaman, dan melalui konsepsi, semuanya berada di seluruh tingkat pengalaman tidak ada objek yang sesuai yang dapat memperluas jangkauan penilaian manusia yang melampaui batasnya.

The Critique of Pure Reason adalah salah satu karya terbesar yang dihasilkan oleh Immanuel Kant. Buku tersebut terdiri dari “Transcendental Aesthetic,” yaitu kondisi persepsi atau Intuisi empiris dan “Transendental Logic,” yaitu, kondisi pikiran.

Estetika Trasendental

Kant menyebut ilmu tentang semua prinsip-prinsip sensibilitas apriori sebegai estetika trasendental. Dalam bukunya Critique of Pure Reason, Immanuel Kant menjelaskan tentang konsep ruang dan waktu.

Tentang Ruang

Ruang tidak merepresentasikan setiap sifat objek sebgai sesuatu yang ada dalam diri mereka, juga tidak merepresentasikan mereka dalam hubungan mereka satu sama lain. Dengan demikian, ruang tidak merepresentasikan kita dalam penentuan objek karena ia terikat dengan objek itu sendiri dan akan tetap seperti itu meskipun semua kondisi subjektif dari intuisi tersebut telah diabstraksi. Karena penentuan absolut maupun relatif terhadap objek dapat diintuisikan sebelum benda-benda dimana mereka berasal, maka ia tidak bersifat apriori.

Ruang tidak lain hanyalah bentuk dari semua fenomena dari indra eksternal, yaitu kondisi subjetif dari sensibilitas, dimana intuisi eksternal saja sudah memungkinkan bagi keberadaannya. Dengan demikkian, karena penerimaan atau kapasitas subjek yang akan terpengaruh oleh objek tentu mendahului semua intuisi objek ini, maka mudah dipahami bagaimana bentuk dari semua fenomena ini dapat dimasukkan ke dalam pikiran sebelumnya terhadap semua persepsi yang sebenarnya, dengan demikian besifat apriori, dan ia merupakan intuisi murni, dimana semua objek harus ditentukan, yang dapat berisi prinsip-prinsip hubungan di antara objek tersebut sebelum terjadinya semua pengalaman.

Tentang Waktu

Dalam kaitannya dengan fenomena pada umumnya, kita tidak dapat berpikir tentang waktu yang merepresentasikan diri mereka kepada diri kita sendiri sebagai sesuatu yang tidak berhubungan dengan waktu atau waktu sebagai nomena. Namun di sisi lain kita dapat dengan mudah merepresentasikan untuk diri kita waktu yang kosong dari sebuah fenomena. Oleh karena itu waktu bersifat apriori. Dimana di dalamnya segala realitas fenomena dapat terjadi. Kant berpendapat bahwa waktu bukanlah konsepsi empiris.

 Logika Trasendental

Dalam Critique of Pure Reason, Kant menyatakan bahwa pemahaman murni adalah sumber dari semua prinsip, aturan sehubungan dengan apa yang terjadi, dan prinsip-prinsip sesuai dengan segala sesuatu yang dapat disajikan kepada kita sebagai objek harus sesuai dengan aturan. Oleh karena itu, Matematika terdiri dari prinsip a priori murni yang mungkin tidak kita anggap sebagai murni pemahaman, yang merupakan fakultas konsep. Kant menyatakan bahwa tidak setiap jenis pengetahuan a priori harus disebut transendental; hanya dengan mengetahui bahwa representasi tertentu dapat digunakan atau dimungkinkan a priori; dan ruang adalah pengetahuan bahwa representasi tidak empiris. Kant menulis bahwa perbedaan antara transendental dan empiris hanya ada pada Kritik pengetahuan, bukan pada hubungan pengetahuan itu dengan objeknya.

Kant menyatakan bahwa pikiran manusia didasarkan pada 12 kategori. 12 kategori tersebut menjadi template bagaimana manusia berpikir. ke-12 kategori ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu sebagai berikut:

1)      Kuantitas yang terdiri atas kesatuan, pluralitas dan totalitas.

2)      Kualitas yang terdiri atas realitas , negatif dan batasan.

3)      Hubungan Yang terdiri atas Substansi dan aksiden, Sebab dan akibat, Timbal balik

4)      Modalitas yang terdiri atas kemungkinan, keberadaan dan kebutuhan.

 

Kant mengemukakan bahwa terdapat 2 bentuk realitas yaitu nomena dan fenomena. Nomena adalah realitas apa adanya. Sedangkan fenomena adalah realitas yang dipahami oleh manusia berdasar pada kacamata yang dimiliki oleh masing-masing manusia. manusia tidak mungkin mengetahui realitas apa adanya (nomena).


Komentar

Posting Komentar