Sejauh perkembangan pengatahuan manusia
tidak bisa dilepaskan dari pengalaman manusia itu sendiri. Indra manusia
menangkap kesan yang ditampilkan objek yang berada di sekitarnya. Dari
objek-objek tersebut kemudian menghasilkan representasi, sebagian membangkitkan
kekuatan pemahaman menjadi aktivitas, membandingkan dan menghubungkan, atau
memisahkan. Konversi kesan yang ditangkap indra menjadi sebuah pengetahuan
disebut sebagai pengalaman.
Kritisisme
kant dapat dianggap sebagai suatu usaha besar untuk mendamaikan rasionalisme dengan
empirisme. Rasionalisme mendasarkan unsur apriori dalam
pengenalan, unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman. Adapun empirisme
menekankan unsur-unsur aposteriori, yang berarti unsur-unsur dari pengalaman
(seperti locke yang menganggap rasio sebagai lembaran putih). Menurut Kant,
baik rasionalisme maupun empirisme adalah berat sebelah.
Immanuel Kant memulai dengan sebuah
pertanyaan yang tidak bisa langsung dijawab, apakah ada pengetahuan yang sama
sekali bebas dari pengalaman, dan bahkan dari semua kesan indra? Pengetahuan
seperti ini disebut apriori, yang bertentangan dengan pengetahuan empiris, yang
memiliki sumber aposteriori, yaitu berdasarkan pengalaman.
Pengetahuan apriori ada yang bersifat
murni dan ada yang tidak murni. Pengetahuan apriori murni adalah pengetahuan
yang di dalam nya tidak tedapat unsur empiris. Sebagai contoh, dalam proposisi
“setiap perubahan pasti memiliki sebab,” adalah proposisi apriori, tetapi tidak
murni, karena perubahan adalah konsepsi yang hanya dapat diperoleh dari
pengalaman.
Kant menyatakan, filsafat membutuhkan sebuah
ilmu pengetahuan yangn akan menentukan kemungkinan, prinsip, dan jangkauan
pengetahuan manusia secara apriori. Hal ini dikarenakan bahwa kognisi tertentu
manusia sepenuhnya berada di atas lingkup pengalaman, dan melalui konsepsi,
semuanya berada di seluruh tingkat pengalaman tidak ada objek yang sesuai yang
dapat memperluas jangkauan penilaian manusia yang melampaui batasnya.
The Critique of Pure Reason adalah
salah satu karya terbesar yang dihasilkan oleh Immanuel Kant. Buku tersebut
terdiri dari “Transcendental Aesthetic,” yaitu kondisi persepsi atau Intuisi
empiris dan “Transendental Logic,” yaitu, kondisi pikiran.
Estetika Trasendental
Kant menyebut ilmu tentang semua prinsip-prinsip
sensibilitas apriori sebegai estetika trasendental. Dalam bukunya Critique
of Pure Reason, Immanuel Kant menjelaskan tentang konsep ruang dan waktu.
Tentang Ruang
Ruang tidak merepresentasikan setiap sifat objek sebgai sesuatu yang
ada dalam diri mereka, juga tidak merepresentasikan mereka dalam hubungan
mereka satu sama lain. Dengan demikian, ruang tidak merepresentasikan kita
dalam penentuan objek karena ia terikat dengan objek itu sendiri dan akan tetap
seperti itu meskipun semua kondisi subjektif dari intuisi tersebut telah
diabstraksi. Karena penentuan absolut maupun relatif terhadap objek dapat
diintuisikan sebelum benda-benda dimana mereka berasal, maka ia tidak bersifat
apriori.
Ruang tidak lain hanyalah bentuk dari semua fenomena dari indra
eksternal, yaitu kondisi subjetif dari sensibilitas, dimana intuisi eksternal
saja sudah memungkinkan bagi keberadaannya. Dengan demikkian, karena penerimaan
atau kapasitas subjek yang akan terpengaruh oleh objek tentu mendahului semua
intuisi objek ini, maka mudah dipahami bagaimana bentuk dari semua fenomena ini
dapat dimasukkan ke dalam pikiran sebelumnya terhadap semua persepsi yang
sebenarnya, dengan demikian besifat apriori, dan ia merupakan intuisi murni,
dimana semua objek harus ditentukan, yang dapat berisi prinsip-prinsip hubungan
di antara objek tersebut sebelum terjadinya semua pengalaman.
Tentang Waktu
Dalam kaitannya dengan
fenomena pada umumnya, kita tidak dapat berpikir tentang waktu yang
merepresentasikan diri mereka kepada diri kita sendiri sebagai sesuatu yang
tidak berhubungan dengan waktu atau waktu sebagai nomena. Namun di sisi lain
kita dapat dengan mudah merepresentasikan untuk diri kita waktu yang kosong
dari sebuah fenomena. Oleh karena itu waktu bersifat apriori. Dimana di
dalamnya segala realitas fenomena dapat terjadi. Kant berpendapat bahwa waktu
bukanlah konsepsi empiris.
Dalam Critique
of Pure Reason, Kant menyatakan bahwa pemahaman murni adalah sumber dari semua
prinsip, aturan sehubungan dengan apa yang terjadi, dan prinsip-prinsip sesuai
dengan segala sesuatu yang dapat disajikan kepada kita sebagai objek harus
sesuai dengan aturan. Oleh karena itu, Matematika terdiri dari prinsip a priori
murni yang mungkin tidak kita anggap sebagai murni pemahaman, yang merupakan
fakultas konsep. Kant menyatakan bahwa tidak setiap
jenis pengetahuan a priori harus disebut transendental; hanya dengan mengetahui
bahwa representasi tertentu dapat digunakan atau dimungkinkan a priori; dan
ruang adalah pengetahuan bahwa representasi tidak empiris. Kant menulis bahwa perbedaan antara
transendental dan empiris hanya ada pada Kritik pengetahuan, bukan pada
hubungan pengetahuan itu dengan objeknya.
Kant menyatakan bahwa pikiran manusia
didasarkan pada 12 kategori. 12 kategori tersebut
menjadi template bagaimana manusia berpikir. ke-12 kategori ini
dikelompokkan menjadi 4
kelompok yaitu sebagai berikut:
1) Kuantitas yang terdiri
atas kesatuan, pluralitas dan totalitas.
2) Kualitas yang terdiri
atas realitas , negatif dan batasan.
3) Hubungan Yang terdiri
atas Substansi dan aksiden, Sebab dan akibat, Timbal balik
4) Modalitas yang terdiri
atas kemungkinan, keberadaan dan kebutuhan.
Kant mengemukakan bahwa terdapat 2 bentuk realitas yaitu nomena dan fenomena. Nomena adalah realitas apa adanya. Sedangkan fenomena adalah realitas yang dipahami oleh manusia berdasar pada kacamata yang dimiliki oleh masing-masing manusia. manusia tidak mungkin mengetahui realitas apa adanya (nomena).
yo
BalasHapusyoyoy
Hapusokay
BalasHapusocee
Hapusblognya sangat menarik dan menambah pengetahuan kak. terima kasih..
BalasHapussama-sama kaka
HapusKeren, terus semangat
BalasHapusgooood
BalasHapus